|
Andong Khas Jogja |
Sudah pernah merasakan di
pengkal (sepak) Jaran (kuda) ? hehehe, jangan sampai lah, tapi jika sobat ingin merasakan nikmatnya sate kuda silakan... Kali ini Oyin akan mengajak sobat jalan-jalan menikmati kuliner masakan daging kuda khas kota Jogja. Barang kali saja ada yang tertarik untuk mencicipi.
Jogja itu tidak selalu identik dengan masakan gudegnya, tapi ada sisi lain yang mungkin lebih menarik yaitu empuknya sate kuda ! Okey Oyin ceritakan sedikit sejarahnya..
Kawasan Segarayasa, Pleret, Bantul dikenal sebagai kawasan penghasil krupuk kulit atau krecek. Kecuali itu wilayah ini juga dikenal sebagai pusat penyembelihan atau pemotongan kuda. Barangkali pemotongan atau penyembelihan kuda di Jogja-Jateng hanya terdapat di Segarayasa ini. Pemotongan kuda di Segarayasa ini ada di dua tempat. Salah satunya adalah milik Heru Nugroho (35).
Kuda-kuda yang dipotong di tempat Heru Nugroho umumnya berasal dari Jogjakarta, Magelang, Demak, Boyolali, Kudus, dan Situbondo. Di belakang rumah jagalnya Heru Nugroho telah menyiapkan semacam istal atau kandang kuda dengan umbarannya. Istalnya mampu menampung lebih dari 60 ekor kuda.
Kuda yang dipotong biasanya kuda andong yang sudah cedera, seperti pernah patah kaki. Mereka tidak lagi bisa menjalankan fungsinya dengan baik sehingga dijual pemiliknya ke tempat pemotongan. Tapi tidak berarti tempat pemotongan menerima semua kuda yang ditawarkan, keputusannya tergantung hasil pemeriksaan Dinas Kesehatan. Kuda-kuda itu dikandangkan terlebih dulu. Lantas diperiksa Dinas Kesehatan pada sore hari, esok paginya, dan menjelang pemotongan.
|
Delman atau bendi |
Konon menurut cerita entah dari mana asalnya cerita itu, saking terkenalnya nama andong khas Jogja ini sampai diabadikan menjadi nama sebuah Universitas di Korea Selatan. Andong berbeda dengan delman, dimana andong memiliki empat roda sedangkan delman yang banyak ditemukan diluar kota Jogja menggunakan dua roda. (perhatikan gambar diatas)
Sate kuda ?
why not..mendengar kuliner ini biasanya ada dua macam reaksi, merinding tidak tega atau merinding penasaran, atau perpaduan keduanya. Khasiat sate kuda biasanya menjadi daya tarik utama. Selain meningkatkan stamina, juga dikenal menyembuhkan penyakit asma, diabetes dan rematik. Sate ini diklaim rendah kolesterol dan tidak menyebabkan darah tinggi.
|
Jagal Kuda Heru Nugroho |
Menyembelih kuda bukannya tanpa risiko. Di
sepak kuda atau terinjak kaki kuda merupakan risiko yang sering dialami para jagal kuda. ”Jangan ditanya soal sakitnya. Kalau tidak percaya boleh dicoba sendiri. Bahkan salah satu karyawan saya pernah ada yang dibrakot ’digigit’ kuda di bagian wajahnya. Kulitnya sebagian mengelupas. ” tutur Heru Nugroho.
|
Kuda setelah dipotong dikuliti dan dibersihkan |
Pemotongan kuda yang dilakukan Heru Nugroho dilakukan setelah waktu shalat ashar. Hal ini dilakukan alasannya adalah waktu tersebut merupakan waktu yang relatif longgar, relatif tenang, dan suhu udara tidak terasa panas. Hanya dalam waktu kurang lebih 2 jam daging dan jerohan umumnya telah habis terjual. Hal ini menjadi petunjuk bahwa daging kuda cukup diminati di Jogja.
|
Jeroan kuda sedang dibersihkan sebelum di jual ke konsumen |
Umumnya daging-daging kuda ini diolah menjadi sate, tongseng, dan empal. Untuk masyarakat Jogja sate atau tongseng kuda sudah menjadi menu makanan umum. Bahkan banyak orang sengaja memburu daging kuda karena mereka percaya daging kuda dapat menyembuhkan sakit asma dan menambah vitalitas pria. Selain itu daging kuda juga rendah kadar lemak dan kolesterolnya. Banyak juga yang mencari otak kuda karena dipercaya dapat menguatkan otak. Bahkan banyak yang percaya bahwa otak kuda dapat digunakan untuk mengobati gegar otak ringan.
|
Warung sate jaran (jawa) atau kuda |
Warung sate kuda umumnya menyediakan dua macam menu, yakni sate dan tongseng. Tapi warung ini juga menjual abon, torpedo dan paru kuda. Sebuah warung sate kuda yang kondang di Jogja adalah warung Pak Kuncoro di Jalan Kranggan, yang juga dikenal sebagai perintis sate kuda di kota ini. Warung ini dibuka oleh Pak Kuncoro (kini 66 tahun) pada April 1997. Sebelumnya beliau dan istrinya kerap membuat sate kuda tapi hanya untuk disantap mereka sekeluarga.
|
Sate kuda olahan pak Kuncoro |
Sate disajikan dengan sambel kecap. Daging kuda seratnya lebih kasar dibandingkan kambing. Tidak percuma nama kondang warung ini. Daging olahannya sangat empuk, cita rasanya agak manis mirip dendeng. Rasa daging kuda sendiri dekat dengan daging kerbau.
Setiap hari warung Pak Kuncoro membutuhkan sekitar lima kilogram daging kuda. Daging ini dipilih sendiri oleh Satrio anak pak Kuncoro yang kini meneruskan usaha bapaknya di tempat pemotongan kuda di Segoroyoso, Pleret, Bantul.
Satrio, adalah tamatan D3 Perhotelan. Dua anak Pak Kuncoro yang lain membuka warung sate kuda di Godean dan Sleman.
Daging yang dipilih adalah has dalam (bagian tengah daerah punggung) kuda. Sepulang dari sana, daging kuda dipotong-potong dan direndam dengan bawang merah, bawang putih, kemiri dan jinten, minimal selama tiga jam.
Warung lainnya adalah warung sate kuda milik Bu Rohmat di Jalan Parangtritis Km 7 dan warung milik Pak Singgih di Jalan Parangtritis dekat Pojok Beteng Wetan. Nama warung Pak Singgih sungguh atraktif, ‘Full Joss Resto’. Di tembok dalam warung tertulis: ‘Anti Loyo. Sate Yes, Darah Tinggi No’.
Demikian sekilas info...
tembi.net