Berhenti lagi hujan detik ini, ketika kupandangi langit dari kaca jendela yang mengembun tak terdengar rintik – rintik lagi. Mungkin sudah reda, tapi tunggu sebentar. Jika mulai terdengar kicau burung juga daun – daun yang bergoyang, berarti hujan memang sudah lewat. Dan aku mestinya keluar malam nanti… Kubalik gorden terawang di jendela kamarku, setengah melongok keluar jendela kepalaku menerima tetesan air sisa hujan tadi.
Jean Mr.Caft pastilah meluangkan waktunya untukku, yakinku. Aku pun tak sabar ingin melihat apa yang ia punya hari ini. Seandainya kupaksakan untuk tidak keluar, kakiku sendiri yang menyeretku keluar. Ia memiliki magnet yang tak kutahu di bagian mana tertanam padaku. Tapi setiap ceritanya memang membuatku tertarik, lalu mengapa aku protes pada kaki – kakiku?
Red or blue? Mr.Caft, begitu kupanggil dia – entahlah, aku tak tahu apa artinya – sudah belasan kali memikatku dengan margarita. Menurutmu apa enaknya segelas margarita, begitu ia bertanya padaku pertama kalinya di teras sebuah toko gelas. Aku jawab saja, gelasnya. Karena waktu itu mataku tertuju pada sederet gelas bening. Sembari meringis aku alihkan mataku, ia mengernyitkan dahi. “Kenapa tak kau beli saja satu gelas itu dan pandangi semalaman hingga bosan di kamarmu, esoknya pasti terbengkalai dan sampai di tanganku.”
Hari ini kupakai syal merah saja, memang sedikit nasionalis karena aku memakai kaos putih. Mungkin itu yang terpikir oleh Mr.Caft begitu melihatku nanti. Tapi aku bosan dengan margarita, aku sudah hapal campurannya antara lain tequila, contreau, dan lime jc. Dimasukkan ke dalam cocktail glass dengan garam memenuhi bibir gelas, juga irisan lemon sebagai hiasan. Garnis, begitu disebutnya. Agar bibir tidak kecut setelah meminum margarita. Lalu black label, tia maria, bacardi, dry gin, dan banyak lagi, aku tak hapal.
Hari ini kuminta saja ia bercerita tentang lemon juice, mungkin ia perlu penyegaran pikiran. Harusnya ia juga mengerti bagaimana membuat lemon juice yang menggoda mata. Tidak lagi dengan baileys, aku juga mulai bosan meskipun katanya ini sedikit manis. “ kenapa kau mau kupanggil dengan Mr.Caft, Jean ?” Aku tak tahu betul apa artinya kata itu, apakah itu inisial nama seseorang atau banyak orang, apakah itu nama sebuah tempat yang mengesankan bagimu, apakah itu daerah yang ingin kautuju, entahlah, ia tak menjelaskan dengan baik selain berbagai cocktail dan mocktail kesukaannya.
Toko gelas malam ini tutup hingga minggu depan, begitu kudapati selembar pengumuman di mana aku selalu memandangi gelas – gelas bening. Jean nampak dari kejauhan. Tersenyum ia mendekat padaku, ini senyum yang menjengkelkan : pikirku. Kenapa ia juga memakai kaos putih? "Kita tak sepakat sebelumnya, bukan?” dengan hanya tersenyum ia menyodorkan segelas teh hangat. Yah, ini cukup merayu untuk malam ini. Udara yang begitu dingin, kalau saja kau bawa lagi margarita pasti aku akan pulang.
Tidak. Kali ini ia tak membawa margarita dan teman-temannya. Tetapi ia membawaku ke tempat anggur-anggur dari berbagai merek berderet rapi. Di tiap kotak ini terlihat dari mana mereka didapat. Batinku, kalau satu kotak saja bisa membawaku liburan ke Bali lalu ke mana saja aku dengan puluhan kotak ini? Jean tentu tak berniat membeli toko ini, aku berkhayal sejenak.
Jean, yang pernah terdampar di alam malam tentu tak asing dengan merek-merek ini. Tapi aku? Satu pun tak kukenal. Ia pastilah akan memulai ceritanya dari satu botol Red Wine di depannya. Matanya sudah menyeret kakiku untuk mendekat secepatnya. Apa ini bisa mencegah rasa kantuk?
Aku lebih tertarik dengan bentuk gelasnya daripada isi anggur itu sendiri. Aromanya memang manis, bisa terbayang aroma itu meluncur di tenggorokanku. Tetapi Jean lebih tergoda dengan warnanya, bening tapi jika diletakkan membelakangi cahaya akan terlihat ungu sangat muda. Tebakanku benar sekali, matanya berbinar – binar seperti tak ada obyek lain yang menarik. “Jean….” Kubilang padanya kenapa tak kau beli saja sebotol anggur itu dan tuang ke dalam gelas lalu kaupandangi semalaman di kamarmu hingga bosan dan esoknya pasti terbengkalai.
Karena hujan kembali deras, kami berteduh di luar toko anggur tadi. Mungkin sudah ribuan orang duduk di kursi yang sengaja disiapkan pemilik toko. Mulailah ia bercerita tentang perkenalannya dengan anggur, atau lebih menarik disebut wine saja. Begitu lebih bagus di dunia malam, kata Jean. Tentu saja ia akrab dengan mereka, red wine, white wine, rose wine hingga fortified wine dan banyak sebutan lainnya. “Ceritakan tentang sweet wine, Jean..” pintaku. Sweet Wine adalah wine yang masih banyak mengandung gula sisa hasil fermentasi (residual sugar) sehingga membuat rasanya menjadi manis. Ia sangat tahu bahwa aku tertarik pada kata sweet-nya yang berarti manis, bukan pada wine-nya.
Lalu ? Mr.Caft, akhirnya ia bercerita, itu panggilan dari tamu yang akrab dengannya. Memang setiap orang pasti punya teman mengobrol yang asyik, begitulah. Orang itu selalu datang dan memesan lemon juice, ia tidak suka cocktail. Jadi, kami lebih suka mengamati orang – orang berkelahi dengan kesadarannya sebelum akhirnya jatuh dan dibuang entah kemana, apa peduliku dengan mereka. Obyek yang jatuh itu mesti berganti dengan obyek yang lain, misalnya orang stress yang jika ditawari minum akan bengong saja, dan kami akan tertawa geli menerka isi pikirannya.
Mungkin sesekali perlu kubawa kau ke sana, tapi jangan pernah memesan cocktail, untukmu cukup lemon juice saja. Ya, jawabku. Tapi sebelum kau bawa aku kesana, kau harus benahi paru – parumu itu, aku miris mendengar batukmu yang kian dalam. Pasti nyeri sekali. Aku heran bagaimana orang bisa tahan dengan asap rokok, musik keras selama berjam-jam dan itu setiap malam.
Ceritakan saja tentang lemon juice, pintaku saat kujenguk ia di rumah sakit. Setelah kau keluar dari ruang itu, lihatlah suster – suster itu genit menunggumu, kau berhutang padaku tentang cerita lemon juice. Sebab Jean yang kemarin berjanji akan melupakan wine dan cocktailnya harus mulai berkenalan dengan jus jeruk, tentu saja tidak dengan garam mengelilingi pinggir gelasnya karena jus itu sudah manis, garam justru akan merusak rasanya.
Kupilih keluar menyegarkan pikiran daripada menunggui Jean di sana. Mungkin aku perlu mencari gelas baru untuknya yang tidak cocok diisi margarita atau wine. Seperti biasa, tempat yang paling menarik bagiku hanya toko gelas di ujung jalan ini. Ada yang baru di toko ini, setelah satu minggu tutup kemarin. “Apa ini?” Ini bagus, batinku. Sang pemilik toko pun cepat sekali menangkap rasa tertarikku. Ia mendekatiku dan mulai bercerita tentang gelasnya. “Sendirian saja?” Ah iya, Jean sedang menjalani operasi paru – parunya. Ia harus sembuh untuk menikmati minum dengan gelas ini. Pemilik toko tersenyum padaku. “Akan menyenangkan melihat kalian bertengkar karena satu deret gelas seperti biasanya. Semoga ia baik – baik saja.“ Ya, terima kasih.
“Bagaimana bisa seorang perawat meninggalkan pasiennya sepertimu !!” Jean marah sekali padaku. Ia mengancam akan pulang sekarang juga. Ya, pulanglah dan jangan kembali ke sini.
Ini, gelas yang kudapat barusan. Bening sekali menurutku, kau bisa menuangkan margarita atau wine dan pasti terlihat mengkilat. Tapi untuk gelas ini hanya boleh diisi lemon juice karena kau berhutang cerita tentang lemon juice. Aku tidak mau mendengar alasan lain.
Jean memutar – mutar ujung gelas. Memang tidak ada gelas yang tidak bisa dipecahkan. Ia tersenyum kemudian menatapku. “Bagaimana kalau kuceritakan jus apel saja?” Lumayan, kataku. Apa saja selain miras baik untukmu. Ia kembali tersenyum. “ Tapi tidak di sini, aku tidak suka kau mendengar ceritaku dan duduk – duduk saja seperti itu. Dan seragammu, aku lebih suka syal merahmu kemarin. Lain kali akan kubelikan syal ungu seperti warna anggur kemarin.”
Merayu, pikirku. Baiklah, pemilik toko gelas itu pasti senang bertemu denganmu besok. Jadi cepatlah pulang. Ya, dan aku tidak sabar dengan syal ungu itu. Lalu bagaimana dengan toko anggur di sebelahnya, masih tertarik? “Ya. Segelas saja boleh kan ?“ Boleh, tapi jangan kembali ke sini lagi.
Jean, hujan di luar sudah reda. Apa rasanya berjalan di tengah hujan tanpa payung dan menjadi basah kuyub? Tentu dingin sekali…