Aku melihatmu ketika matahari berkilat-kilat di lautan
Aku melihatmu ketika rembulan berkilauan di air kolam
Aku melihatmu berjalan di keramaian ketika debu beterbangan
Dan ketika jembatan bergetar oleh penyebrang, aku merasa takut
Nadimu mendetak di dadaku
Seperti ketika hujan menyentuh bumi
Segala yang mengering kemudian hanyut
Kita berbeda dalam banyak hal selain cinta
Melihatmu tertawa kubayangkan ketika aku tak ada
Melihatmu marah kubayangkan nyala merah api yang membiru
Melihatmu bersedih kubayangkan jam dinding tanpa detik
Ketika marun tak bisa disebut merah, ada dirimu di benakku
Lalu lencana tak bisa menjawab tanyaku, ada dirimu di depanku
Dan senja yang tak lagi mempesona, ada dirimu di sampingku
Menjadi larut seperti ombak dan pasir pantai
Ada aku dan segala yang kumiliki padamu
Seseorang bertanya dan kita tak bisa menjawab mengapa bulan mengitari bumi
Kita berpandangan dan memikirkan: seperti bumi mengitari matahari
Seperti itulah air tak bisa disebut kering
Seperti menikahkan kesunyian dan batu nisan
Ketika cahaya tak ada, kegelapan menguasai
Menguji dentuman lilin yang membakar lentera
Menjaga nyala layu yang tak akan menghijau
Menanti nyeri pada sayatan lahirku
Membisu
Tak ada kata aku mencintaimu
Tak ada peluk cium dan tatap mata yang membekas di bait-bait ini
Karena satu, yaitu kamu membutuhkan aku.
Saat ini dini hari di tempatmu
Kubayangkan dirimu terlelap dan tanganmu menyusup di bawah bantal
Entah apa yang dipikiranmu ketika tak ada aku di malam-malammu
Aku pun tak pernah bosan untuk tak menjawab
Sebuah tanya yang tak memiliki jawaban untuk dilantangkan
Yang kemudian menjadi pertanda bahwa kita memang ada
Aku menjadi marah dengan sepi karena tak ada kamu di hari-hariku
Lalu aku sadar, ini tak lagi desember
Aku menjadi sedih karena waktu tak membiarkanku bersamamu saat ini
Andai aku menjadi dua, tak kubiarkan aku yang lain mendengarkan gerahmu
Setiap pagi di tempatku aku melihat embun jatuh
Terpikir olehku apakah kau juga menyentuh tetesan air pagi??
*** *** ***