Fenomena baru yang disebut trick art 3D sedang populer di Indonesia, khususnya masyarakat ibukota. Trick art 3D adalah gambar atau lukisan yang bisa menghasilkan foto-foto hidup, layaknya kita tengah berinteraksi dengan lukisan itu.
Ada dua versi kemunculan trick art. Pertama, teknik melukis ini ditemukan oleh seorang pelukis jalanan Kurt Wenner pada tahun 80-an. Perspektif anamorfisme yang menginspirasi Wenner, kemudian ia membuatnya dengan gaya geometris baru, sehingga menghasilkan efek 3D. Wenner menyebutnya teknik 3D pavement art. Seiring waktu, lukisan ini semakin populer. Awalnya hanya terkenal di kalangan pelukis jalanan. Mereka mengubah bidang datar menjadi lebih berwarna. Saat difoto, jalanan itu seolah-olah tidak menjadi bidang datar lagi.
Versi kedua, masih di era 80-an, trick art muncul di Jepang. Genre lukisan ini diciptakan Kenju Kasumune, pemuda asal Yamagata, Jepang. Berkat usaha Kasumune beberapa tahun, akhirnya membuahkan apresiasi bertaraf internasional, salah satunya dengan didaftarkannya trick art dalam karya dunia oleh Galeri Uffizi, Italia.
Trick art sendiri memanfaatkan tiga unsur utama, yaitu penciptaan ilusi penglihatan, geometri, dan psikologi. Lewat perpaduan warna, perspektif, serta teknik pencahayaan yang detail, tercipta efek 3D dari rangkaian lukisan pada obyek bidang datar.
Memang tak dimungkiri trick art menjadi barang baru. Keunikan hasil foto yang dihasilkan atas interaksi kita dengan lukisan, menjadi nilai tersendiri.
Trick art lebih mengedepankan permainan ilusi mata. Kalau kita datang ke pamerannya, kita hanya akan melihat lukisan biasa di bidang datar, yang kesannya dipajang begitu saja. Namun setelah difoto, kita baru terasa ikut bergabung dengan lukisan itu.
Pembuatan lukisannya tidak memiliki teknik khusus. Teknik khusus lebih ke cara pengambilan fotonya. Penempatan sudut (angle) dan cara pengambilan fotonya harus pas. Sedangkan lukisannya sendiri menggunakan teknik bayangan.
Kalau kita perhatikan dengan seksama lukisan trick art memiliki semacam bayangan yang dilukis dan menyatu dengan lukisan. Hal ini seolah-olah lukisan tersebut keluar. Selain itu, teknik lain dalam mengambil gambar ialah penggunaan cahaya atau lampu, supaya bayangan kita jatuh sama dengan bayangan yang ada di lukisan. Selain itu juga diperlukan interaksi pengunjung dengan lukisan, kalau tidak bisa berimajinasi maka foto yang dihasilkan bisa tidak nyambung.
Lukisan seperti ini bisa merangsang kreativitas dan mengaktifkan otak, serta melatih kemampuan akan perspektif dan trik bayangan karya seni. Yang paling diperlukan adalah narsis, agar kita mampu mempresentasikan sinergi antara kita dengan lukisan sehingga seolah-olah berinteraksi, tidak menjadi lukisan mati.