Puthu Tegal |
Aneka jajanan tradisional itu antara lain klepon, kue lapis, arem-arem, bolu kukus, dan puthu-puthuan. He? Apa itu puthu-puthuan? Barangkali kita sudah begitu akrab dengan kue putu bambu yang dijual keliling dengan nada panggilan khasnya, tuuuuutt tuuuuuttt; kue putu ayu yang bertabur kelapa di atasnya; juga putu mayang yang mirip mie hijau. Nah, ternyata yang namanya kue putu tak hanya satu macam. Dalam bahasa Jawa, putu artinya cucu. Maka sebaiknya dieja puthu agar jelas ini yang dimaksud adalah jajanan tradisional.
Ketika menyambut bulan Ruwah, selain membuat kue Apem yang tebal dan legit itu, Ibu selalu membuat kue Puthu Tegal. Rasanya manis karena campuran pisang dan ketan serta taburan gula pasir di atasnya. Aku merasa biasa saja dengan satu jajanan ini, pada awalnya malah tidak suka, eneg sebab bentuknya yang tebal dan serba manis itu. Namun aku menjadi penasaran mengapa puthu yang satu ini selalu ada di pesta Ruwahan. Jajanan yang lain, misalnya, kalau tidak ada juga tidak masalah. Namun, untuk puthu tegal, kalau tidak ada rasanya seperti kurang pas.
Apa yang membuat puthu tegal terasa istimewa? Begini ceritanya.
Sebagian besar orang beranggapan bahwa puthu tegal berasal dari Kota Tegal, Jawa Tengah. Mungkin iya, tetapi dalam pesta Ruwahan ini tidak ada hubungannya dengan Kota Tegal. Yang menonjol justru filosofi bentuk dan makna dari kue ini, sehingga tak lengkap rasanya Ruwahan tanpa puthu tegal. Tegalan dalam bahasa Jawa, khususnya di daerah pesisir Juwana, artinya pematang sawah yang biasa ditanami palawija atau tanaman lain selain padi. Bisa kacang, jagung, ketela, cabai, bahkan pohon pisang. Dari sini muncul filosofi bahwa padi merupakan tanaman utama yang berada di petak sawah sebagai makanan pokok dan tanaman di sepanjang tegalan sebagai makanan pendamping. Tradisi kita memang jelas nasi sebagai makanan primer, yang lain sekunder.
Nah, puthu tegal bentuknya tebal sehingga mirip dengan tegalan atau pematang yang lebih tinggi dari petak sawah. Untuk campurannya, puthu tegal menggunakan pisang raja yang sudah dalu (agak tua). Ini menunjukkan di pematang sawah ditanami pohon pisang sebagai komoditi pendamping selain padi dan palawija. Sedangkan taburan gula pasir menambah rasa manis dari kue ini.
Kue Apem sendiri dibuat dari tepung beras, yang melambangkan makanan pokok penduduk Indonesia sehingga orang-orang membuat kue Apem sebagai ungkapan syukur atas rejeki yang diberikan oleh Tuhan berupa padi. Dan kue Puthu sebagai pendamping kue Apem bermakna keanekaragaman hasil bumi yang dapat tumbuh di negeri ini.
Tak heran jika selalu ada kue Puthu Tegal dalam pesta Ruwahan yang disajikan Ibu. Mengetahui makna dari puthu tegal semakin menambah khasanah pengetahuan akan jajanan tradisional asli Indonesia. Malahan, di luar bulan Ruwah pun aku kerap mencari puthu tegal. Untunglah ini sudah memasuki bulan Ruwah, yang berarti pesta jajanan tradisional yang melimpah ruah. (Oyin)
Puthu Ayu |
Puthu Mayang |
Puthu Bambu |
Puthu Tegal yang dibuat Ibu |
Foto dari berbagai sumber