Buah Kepel (Stelechocarpus burahol) :
Adalah pohon buah yang menjadi flora identitas kota Yogyakarta. Kepel sangat digemari oleh puteri keraton-keraton di Jawa, karena dipercaya menyebabkan keringat beraroma wangi dan membuat air seni tidak berbau tajam.
Seks dalam kekuasaan Jawa memang selalu menarik untuk diperbincangkan. Dalam lintasan sejarah Keraton Kasunana Surakarta cerita tersebut mudah diperoleh. Seks yang dilakukan para pemegang tahta di zaman itu justru disanjung, dipuja serta dilihat sebagai ritual yang penuh mistik. Hal ini terbukti dengan artefak Candi Sukuh dan Cetho yang begitu vulgar menampilkan alat kelamin yang populer dengan sebutan lingga-yoni sebagai lambang kesuburan.
Buah Kepel dipercaya mempunyai berbagai khasiat kecantikan dan menjadi deodoran bagi putri keraton zaman dulu. Bahkan konon menurut cerita yang beredar, Sunan Solo sangat gemar mencium vagina para selirnya saat melakukan foreplay, nah para selir yang mendapat giliran bercinta dengan raja diharuskan memakan buah kepel ini 3 hari sebelum waktu bercinta dengan raja tiba.
Di lingkungan keraton Jawa, Kepel juga memiliki nilai filosofi sebagai perlambang kesatuan dan keutuhan mental dan fisik. Namun, karena lebih banyak ditanam di lingkungan keraton, buah ini pun menjadi langka. Tak banyak orang mengenalnya. Padahal buah ini manis rasanya dan wanginya khas.
Ada lagi buah untuk penyegar minuman nama buah ini adalah buah Kawista (imonia acidissima syn).
Di Indonesia, Kawista tergolong sebagai buah eksotik dengan bentuk bulat, warnanya putih sedikit coklat kehijauan.
Buah yang berasal dari India ini mirip sekali dengan bola batu dan saat sudah masak, aromanya sungguh wangi menggoda. Di Rembang dan sekitarnya, populasi Kawista masih cukup banyak. Di sana buah ini menjadi bahan dasar sirup kawista. Di beberapa daerah di Jawa biasa disebut sebagai Kawis, sedangkan di Bali pohon ini dinamakan Kusta.