|
Lukisan karya Basuki Abdullah |
Yukkkk… nembang dulu…
Berikut adalah lirik lagu Lingsir Wengi yang disalahtafsirkan sebagai lagu pemanggil makhluk halus, khususnya kuntilanak. Kemudian bermunculan penjelasan bahwa yang dipakai untuk memanggil setan adalah durmo, bukan lagu campur sari yang pernah dipopulerkan oleh Didi Kempot ini.
Lha kok bisa, to ? Simak dulu….
Lingsir Wengi
Lingsir wengi Sepi durung biso nendro Kagodho miring wewayang Kang ngreridhu ati Kawitane Mung sembrono njur kulino Ra ngiro yen bakal nuwuhke tresno Nanging duh tibane aku dewe kang nemahi Nandang bronto Kadung loro Sambat-sambat sopo Rino wengi Sing tak puji ojo lali Janjine mugo biso tak ugemi
Artinya dalam bahasa Indonesia seperti berikut:
Menjelang Tengah Malam
“saat menjelang tengah malam
sepi tidak bisa tidur
tergoda bayanganmu
di dalam hatiku
permulaanya
hanya bercanda kemudian terjadi
tidak mengira akan jadi cinta
kalau sudah saatnya akan terjadi pada diriku
menderita sakit cinta (jatuh cinta)
aku harus mengeluh kepada siapa
siang dan malam
yang saya cinta jangan lupakan aku
janjinya kuharap tak diingkari”
Sedangkan yang dinyanyikan di film
Kuntilanak berlirik seperti berikut:
Lingsir wengi sliramu tumeking sirno Ojo Tangi nggonmu guling awas jo ngetoro aku lagi bang wingo wingo jin setan kang tak utusijin setan kang tak utusidadyo sebaran Wojo lelayu sebet
Artinya dalam bahasa Indonesia yaitu:
“Menjelang malam, dirimu (bayangmu) mulai sirna
Jangan terbangun dari tidurmu
Awas, jangan memperlihatkan diri
Aku sedang gelisah,
Jin setan kuperintahkan
Jadilah apapun juga,
Namun jangan membawa maut”
Terlepas apakah ini lagu atau durmo yang dinyanyikan, yang jelas keduanya berbeda. Lingsir wengi seperti yang telah kita dengar sejak kecil bertemakan asmara, sama sekali tidak ada unsur ngeri apalagi mistis. Lagu Lingsir Wengi yang pertama adalah nyanyian campur sari (jenis musik tradisi Jawa) yang bertutur tentang cinta. Tapi lagu ‘Lingsir Wengi’ yang kedua adalah lagu yang murni rekayasa untuk film Kuntilanak.
Istilah ‘Durmo’ adalah jenis lagu yang tergabung dalam Macapat, semacam kaidah dalam gending Jawa. Selain kaidah Durmo, adapula Pocung, Asmaradana, Dandanggulo, dan sebagainya. Durmo sendiri memiliki berbagai ragam syair, misalnya syair Wedatama dan Wulangreh.
Yang dinyanyikan di film Kuntilanak adalah rekayasa untuk kepentingan komersialisasi film. Dengan kata lain, film itu sengaja mencetuskan mitos bahwa syair Durmo erat hubungannya dengan pemanggilan sosok Kuntilanak agar para penonton tersugesti menjadi ngeri, bahkan takut. Padahal nyatanya, lagu Durmo dinyanyikan di mana pun di sanggar-sanggar kesenian Jawa, tidak pernah ada Kuntilanak datang.
Syair ‘Durmo’ dalam film Kuntilanak itu sendiri jika diterjemahkan adalah tentang seseorang yang sedang kalut hatinya, dan berusaha untuk tidak melampiaskannya (dianalogikan: jangan sampai tergoda setan untuk melampiaskan amarah). Jadi isinya tentang pesan, ajaran, bahwa manusia harus bisa menahan nafsu amarah. Bukan tentang memanggil hantu.
Semua lagu Macapat, termasuk Durmo, selalu berisi ajaran-ajaran moral tentang kebaikan yang harus dibangun dalam diri manusia. Industri filmlah yang sengaja memelintir filosofi dan budaya luhur ini untuk tujuan menakuti-nakuti penonton, menciptakan pandangan baru yang melenceng dari pakem (aturan), tujuannya jelas agar filmnya booming sehingga uang bak banjir memenuhi kantong produser.
"Telitilah sebelum membeli". Barangkali pepatah itu pas untuk mewanti-wanti film mania ketika menikmati tontonan apapun dalam bentuk film. Kita boleh ikut merasa bahwa syair tersebut untuk memanggil hantu, tetapi selama menonton saja. Alias, kalau sudah kembali ke dunia nyata kita juga kembali ke makna sesungguhnya. Karena lagu tersebut memiliki makna yang dalam penciptaannya tidak main-main untuk sekedar urusan finansial, maka kita sebagai generasi pelestari wajib melestarikan makna yang benar, bukan syairnya saja. (Oyin)