» » Persimpangan Tiga Hati

Pembaca :


1Dua kakiku bersekutu dengan rindu ingin berkejaran dengan waktu, berseteru. Ada ngilu yang perlu kuhapus. Ada rindu yang harus dibayar. Kaki-kakiku ingin menuju padamu. Kamu akan melunasinya, seluruh hutangmu akan rinduku. Aku akan berlarian menghampirimu di sana. Dan kau diam saja. Diam, agar rinduku dapat memeluk ragamu. Ini di tanganku sudah ada selembar tiket dan passport untuk kau jemput. Tunggulah kedatanganku.

“Apa kau siap?” Seketika Eria membawaku kembali ke bandara Soekarno-Hatta setelah lamunan berhasil menyeretku ke dalam pusaran angin yang tersedot kincir.

Ada denting piano terdengar dalam tatapan matanya. Mata Eria yang begitu indah, menurutku. Aku iri dengan senyumnya yang menawan, sepertinya ia adalah gadis tercantik yang pernah kukenal.
“Kuharap kau menemaniku, Er. Tapi aku tahu kau tidak akan suka.” Kau pantas mendapatkan yang kau inginkan. Aku menunggu hari itu, saat kau menggenggam tangan orang yang kau suka.

Kau tak tersenyum, ada sesuatu yang berat di ujung bibirmu itu. Tapi tak perlu kau cerita, mungkin aku sudah paham. Aku rasa seseorang di sampingmu akan membuatmu tersenyum lagi, tersenyum begitu cantik. “Kau akan menjaganya, hai temanku Dann..” Oh, sorry, aku mengagetkanmu. Aku tak tahu kau melamun sembari menyeruput kopi di tanganmu.

“Iya...” jawabmu sekenanya. Seperti terpaksa, atau kaget karena aku merusak lamunanmu entah tentang siapa. “Diana, kau akan membalas e-mail kami, betul?” Tentu saja, aku menjawab dengan sekenanya juga. Lalu kita tertawa, entah menertawakan apa. Yang pasti aku akan pergi, memilih pergi tepatnya. Menemui seseorang yang kurindukan begitu lama. Pecinta mana yang mampu melawan jarak. Namun, jarak yang begitu dekat ternyata tak membuat kalian saling mencinta.

Kali ini kita tertawa saja, ini pertemuan kita yang terakhir. Setelah ini, tidak ada aku di antara kalian. “Danna, maafkan aku selalu merepotkanmu. Selalu memintamu datang membantuku. Seharusnya seseorang yang datang, tetapi ia jauh.” Danna tersenyum, lalu menggelengkan kepalanya seperti ingin berkata tak apa-apa. Akupun tersenyum.

Kita menjadi aneh. Tiga orang duduk berhadapan namun tak ada yang membicarakan kesedihan. Aku akan pergi, tidakkah kalian mau mengutarakan isi hati? Tetapi jangan mencegahku, ini adalah pilihanku.

Eria, aku tahu ada sedikit rasa lega dalam hatimu. Meskipun kau pura-pura, kau berusaha membuat ekspresi sedih, aku tahu kesedihan itu tak lebih besar dari kelegaanmu. Denting piano yang kudengar saat melihat mata indahmu, akankah selalu melekat padamu? Pastikan kau bahagia, meskipun tanpa aku. Nanti jika kita bertemu lagi, aku pastikan aku bahagia.

Danna, apakah kau mengerti tentang seseorang yang paling mencintaimu? Seseorang yang begitu dekat, yang bisa kau dengar suaranya. Suara denting piano, atau petikan gitar yang mampu membuatmu terjaga di malam-malam yang sunyi. Pastikan kau juga akan bahagia, entahlah.

Kalian berdua, tinggalkan aku dalam denting yang melaju kencang, jangan dengan denting yang seperti kurang daya. Dan musim-musim akan berganti dengan cepat. Lalu tanpa sadar, aku menjadi ada yang tidak kentara. Menjadi tidak ada. Sebuah perpisahan yang manis, bukan begitu? Ayolah, buat aku percaya bahwa ini adalah akhir. Sudah terlalu lama hati kita terpisah.

Sore ini begitu indah, hujan rintik-rintik, orang berlalu lalang di sekeliling kita, namun kita hanya mendengar denting piano yang kurang daya. Mari kita kenang sore ini sebagai jawaban. Biarkan pikiran kita berpelukan menangkap kupu-kupu yang sama. Kupu-kupu yang membawa pesan bahwa ini adalah perpisahan yang manis. Malam ini kita akan tidur dengan perasaan kehilangan yang sangat sedikit, dan esok kita akan bangun dengan tersenyum lagi.

Sekarang izinkan kakiku melangkah pergi...


2Dua kakiku bersekutu dengan ngilu ingin menghentikan waktu, berseteru. Ada ngilu yang perlu kuhapus. Ada rindu yang harus dibayar. Kaki-kakiku ingin menahanmu. Kamu akan menyadarinya, seluruh rinduku padamu. Aku menarikmu hanya kepadaku. Dan kau jangan diam saja. Jangan diam, agar rinduku dapat memeluk hatimu. Di tanganmu sudah ada selembar tiket dan passport untuk kau pergi. Tetapi, aku selalu menunggu kedatanganmu.

“Apa kau siap?” Seketika Eria membawamu kembali ke bandara Soekarno-Hatta setelah lamunan berhasil menyeretmu ke dalam pusaran angin yang tersedot kincir.

Ada denting piano terdengar dalam tatapan matanya. Mata Eria yang begitu indah, menurutku. Aku suka dengan senyumnya yang menawan, sepertinya ia adalah gadis tercantik yang pernah kukenal, tapi kau istimewa. “Kuharap kau menemaniku, Er. Tapi aku tahu kau tidak akan suka.” Kau pantas mendapatkan yang kau inginkan. Aku membayangkan hari itu, saat kau menggenggam tangan orang yang kau suka, walau bukan tanganku.

Eria tak tersenyum, ada sesuatu yang berat di ujung bibirnya. Tapi kau tak pernah cerita, aku tak mengerti apa yang terjadi padamu. Aku rasa jika ada seseorang di sampingmu akan membuatmu tersenyum lagi, tersenyum begitu cantik. “Kau akan menjaganya, hai temanku Dann..” Oh, sorry, aku kaget. Aku sedang melamunkanmu sembari menyeruput kopi di tanganku.

“Iya...” jawabku sekenanya. Seperti terpaksa, aku kaget lamunanku tentangmu jadi rusak. “Diana, kau akan membalas e-mail kami, betul?” Tentu saja, kau harus menjawab iya agar aku sedikit lega. Lalu kita tertawa, entah menertawakan apa. Yang pasti kau akan pergi, memilih pergi tepatnya. Menemui seseorang yang kaurindukan begitu lama. Pecinta mana yang mampu melawan jarak. Namun, jarak yang begitu dekat ternyata tak membuat kau menyadari keberadaanku.

Kali ini kita tertawa saja, ini pertemuan kita yang terakhir. Entah apa jadinya setelah tidak ada kau di antara kami. “Danna, maafkan aku selalu merepotkanmu. Selalu memintamu datang membantuku. Seharusnya seseorang yang datang, tetapi ia jauh.” Aku tersenyum, lalu menggelengkan kepala seperti ingin berkata tak apa-apa. Aku serius tersenyum.

Kita menjadi aneh. Tiga orang duduk berhadapan namun tak ada yang membicarakan kesedihan. Kau akan pergi, bolehkah aku mengutarakan isi hati? Tetapi aku tidak bisa mencegahmu, ini adalah pilihanmu.

Eria, aku tahu ada sedikit yang berbeda denganmu. Meskipun kau pura-pura, kau berusaha membuat ekspresi sedih, aku tahu kesedihan itu tak lebih besar dari kelegaanmu. Denting piano yang kudengar saat melihat mata indahmu, mengapa selalu melekat padamu? Apakah kau bahagia, tetapi tentang apa? Nanti jika kita bertiga bertemu lagi, harusnya kita semua bahagia.

Diana, apakah kau mengerti tentang seseorang yang paling mencintaimu? Seseorang yang begitu dekat, yang bisa kau dengar suaranya. Suara denting piano, atau petikan gitar yang mampu membuatmu terjaga di malam-malam yang sunyi. Pastikan kau akan bahagia, entahlah.

Kau meninggalkan aku dalam denting yang melaju kencang, bukan dengan denting yang seperti kurang daya. Dan musim-musim akan berganti dengan cepat. Lalu tanpa sadar, aku menjadi ada yang tidak kentara. Menjadi tidak ada. Sebuah perpisahan yang manis, bukan begitu? Ayolah, buat aku percaya bahwa ini adalah akhir. Sudah terlalu lama hati kita terpisah.

Sore ini begitu indah, hujan rintik-rintik, orang berlalu lalang di sekeliling kita, namun kita hanya mendengar denting piano yang kurang daya. Mari kita kenang sore ini sebagai jawaban. Biarkan pikiran kita berpelukan menangkap kupu-kupu yang sama. Kupu-kupu yang membawa pesan bahwa ini adalah perpisahan yang manis. Malam ini kita akan tidur dengan perasaan kehilangan yang sangat sedikit, dan esok kita akan bangun dengan tersenyum lagi.

Sekarang aku izinkan kakimu melangkah pergi...


3Dua kakiku bersekutu dengan ngilu ingin mempercepat waktu, hanya aku yang bersekutu. Ada ngilu yang perlu kuhapus. Ada rindu yang harus dibayar. Kaki-kakiku ingin menuju padamu. Kamu akan melunasinya, seluruh hutangmu akan rinduku. Aku akan berlarian menghampirimu di sana. Dan kau diam saja. Diam, agar rinduku dapat memeluk ragamu. Saat ini di tangannya sudah ada selembar tiket dan passport untuk kepergiannya. Kau, bisakah kau sadari keberadaanku?

“Apa kau siap?” Aku membawa Diana kembali ke bandara Soekarno-Hatta setelah lamunan berhasil menyeretnya ke dalam pusaran angin yang tersedot kincir. Aku tak suka kau menatapnya begitu lama.

Ada denting piano terdengar saat aku menatapnya. Mata yang cukup indah, menurutku. Aku iri dengan senyumnya, sepertinya ia adalah gadis yang paling bahagia. “Kuharap kau menemaniku, Er. Tapi aku tahu kau tidak akan suka.” Tidak, kau pantas mendapatkan yang kau inginkan. Aku menunggu hari itu, saat kau menggenggam tangan orang yang kau suka. Lalu biarkan aku menggenggam tangan seseorang yang kusuka.

Aku merasa berat utnuk tersenyum, ada sesuatu yang berat di ujung bibirku. Tapi aku tak boleh cerita, mungkin kau sudah paham. Aku rasa seseorang di sampingku akan membuatmu tersenyum lagi, tersenyum begitu cantik. “Kau akan menjaganya, hai temanku Dann..” Ups, kau mengagetkannya. Ia pasti melamunkanmu sembari menyeruput kopi di tangannya.

“Iya...” jawabmu sekenanya, Danna. Seperti terpaksa, atau kaget karena lamunanmu tentangnya menjadi rusak. “Diana, kau akan membalas e-mail kami, betul?” Tentu saja, dia menjawab dengan sekenanya juga. Lalu kita tertawa, entah menertawakan apa. Yang pasti dia akan pergi, memilih pergi tepatnya. Menemui seseorang yang dirindukan begitu lama. Pecinta mana yang mampu melawan jarak. Namun, jarak yang begitu dekat ternyata tak membuatmu menyadari perasaanku.

Kali ini kita tertawa saja, ini pertemuan kita yang terakhir. Entah apa jadinya Danna tanpa Diana. “Danna, maafkan aku selalu merepotkanmu. Selalu memintamu datang membantuku. Seharusnya seseorang yang datang, tetapi ia jauh.” Danna tersenyum, lalu menggelengkan kepalanya seperti ingin berkata tak apa-apa. Akupun tersenyum, agak terpaksa.

Kita menjadi aneh. Tiga orang duduk berhadapan namun tak ada yang membicarakan kesedihan. Diana akan pergi, tidakkah kau mau mengutarakan isi hati? Tetapi tak ada yang mencegahnya, ini adalah pilihannya.

Aku merasakan sedikit lega dalam hatiku. Tetapi aku pura-pura, aku berusaha membuat ekspresi sedih, aku tahu kesedihan itu tak lebih besar dari kelegaanku. Denting piano yang kudengar saat melihat mata indah itu, akankah selalu memikatmu? Pastikan kau bahagia, meskipun tanpa dia. Nanti jika kita bertemu lagi, seharusnya kita bahagia.

Danna, apakah kau mengerti tentang seseorang yang paling mencintaimu? Seseorang yang begitu dekat, yang bisa kau dengar suaranya. Suara denting piano, atau petikan gitar yang mampu membuatmu terjaga di malam-malam yang sunyi. Pastikan kau juga akan bahagia, lihatlah aku.

Kalian berdua, berpisahlah dalam denting yang melaju kencang, jangan dengan denting yang seperti kurang daya. Musim-musim akan berganti dengan cepat. Lalu tanpa sadar, aku menjadi ada yang benar-benar ada. Lihatlah aku. Sebuah perpisahan yang manis, bukan begitu? Ayolah, buat aku percaya bahwa ini adalah akhir. Sudah terlalu lama hati kita terpisah.

Sore ini begitu indah, hujan rintik-rintik, orang berlalu lalang di sekeliling kita, namun kita hanya mendengar denting piano yang kurang daya. Mari kita kenang sore ini sebagai jawaban. Biarkan pikiran kita berpelukan menangkap kupu-kupu yang sama. Kupu-kupu yang membawa pesan bahwa ini adalah perpisahan yang manis. Malam ini kita akan tidur dengan perasaan kehilangan yang sangat sedikit, dan esok kita akan bangun dengan tersenyum lagi.

Sekarang aku menunggu kedatanganmu padaku, Danna...


*03/02/2015



Disclaimer
Oyin Ayashi admits that though we try to describe accurately, we cannot verify the exact facts of everything posted. Postings may contain Information, speculation or rumor. We find images from the Web that are believed to belong in the public domain. If any stories or photos that appear on the site are in violation of copyright law, please write in comment box and we will remove the offending section as soon as possible. (Oyiners = Blog reader)

Above article written by Unknown

bean
Hi there!, You just read an article Persimpangan Tiga Hati . Thank you for visiting our blog. We are really enthusiastic in Blogging. In our personal life we spend time on photography, mount climbing, snorkeling, and culinary. And sometimes We write programming code.
«
Next
Newer Post
»
Next
Older Post

Silakan beri komentar dengan akun facebook Anda