Dalam bukunya, Healthy Lifestyle with Jamu, Dr Martha Tilaar mengemukakan bahwa jamu diperlukan dalam siklus kehidupan. Mulai dari bayi dan anak-anak, remaja, dewasa, dan mereka yang berusia lanjut.
Filosinya digambarkan pada penjual jamu gendong yang selalu membawa delapan jenis jamu , yaitu Kunir Asam, Beras Kencur, Cabe Puyang, Pahitan, Kunci Suruh, Kudu Laos, Uyup-Uyup atau Gepyokan, dan Sinom. Merupakan representasi konsep delapan arah mata angin sekaligus salah satu lambang surya Majapahit tri Wilwatikta.
Diharapkan melalui media jamu yang mengakar pada jati diri masyarakat, Bangsa Indonesia dapat mencapai puncak kejayaan seperti pada zaman Majapahit.
Kedelapan jenis jamu ini juga merupakan urutan ideal dalam meminum jamu dimulai dari manis-asam, sedikit pedas-hangat, pedas, pahit, tawar, hingga manis kembali.
Berandai pada saat manusia lahir dalam keadaan fitrah yang terasa manis. Kata “kunir” di atas, diambil dari representasi warna kulit penduduk Indonesia, yakni sawo matang atau semu kuning. Sedangkan “asam” sebuah gambaran ketika beranjak remaja.
Beralih ke fase Pra-Dewasa, yang dianalogikan dengan jamu Beras Kencur yang terasa pedas. Bila dibedah, kata ini menjadi Bebering Alas Tan Kena Diukur yang berarti luasnya ‘dunia’ belum bisa dikira-kira. Memasuki gerbang kedewasaan dengan rasa ingin tahu yang besar dan sikap egoisme yang mulai muncul.
Lalu beranjak pada masa dimana harus lebih banyak menata diri dan bertanggung jawab atas apa yang diucapkan. Berusaha konsisten akan visi yang akan kita capai, bukan bersikap plin-plan . Rasa pedas dan pahitnya dunia sudah mulai dirasakan seperti rasa “cabe puyang”.
Pahitan, representasi dari masa klimaks dalam menghadapi kehidupan. Berbekal pendidikan budi pekerti yang telah diresapi sejak balita, ditunjang dengan rasa keingintahuan yang besar di masa remaja, membuat diri semakin kuat dan survive dalam menghadapi hidup yang sebenarnya.
Setelah itu menemui suatu perjalanan hidup yang landai sebagai sebuah resolusi hidup. Fase untuk menikmati masa keemasan, ketika telah memiliki pasangan hidup, meraih semua angan-angan yang pernah terpendam, dan berusaha lebih berarti bagi lingkungan. Inilah filosofi dari sebuah jamu “kunci suruh”.
Kunci merupakan sebuah bumbu penyedap makanan, sedangkan suruh memiliki banyak khasiat dan penyembuh berbagai macam penyakit.
Dalam melanjutkan perjalanan resolusi kita ini, ada “kudu laos”. Sebuah jamu penghangat, yang mampu menghidupkan rasa kekeluargaan. Pada masa inilah kadang kala kita sering merasa lupa dan kurang bersyukur akan rizqi yang telah diperoleh.
Lalu uyup-uyup atau gepyokan merupakan sebuah jamu penetral sekaligus bersifat rehabilitatif bagi seseorang yang telah sembuh dari penyakit berat. Bersifat mendinginkan adalah karakter jamu ini.
Sebuah kepasrahan tulus dari seorang hamba kepada Tuhannya merupakan representasi nyata kehidupan seseorang sebelum memasuki alam non fana, yang tergambar dalam aroma khas jamu ini, yakni aroma tawar sedikit manis.
Dan perjalanan berakhir pada “sinom” dapat diartikan sirep tanpa nampa yang bermakna diam atau tertidur tanpa meminta apapun.
Sumber:
djamoe.blogspot.com/Sejarah Jamu
madaisking.blogspot.com/Jamu: sebuah filosofi dan representasi budaya
Female, Kompas.com
Suharmiati dan Lestari Handayani, Meracik Jamu Perpaduan Antara Seni dan Pengetahuan, Pusat Penelitian dan Pengembangan Pelayanan dan Teknologi Kesehatan.